IMPLIKASI TERHADAP STIMULASI DAN INTERVENSI PENDIDIKAN DALAM BENTUK PERMAINAN
Jumat, 03 Juli 2009
Untuk tumbuh kembang anak yang optimal harus dilakukan stimulasi. Stimulasi dapat dilakukan dengan Alat Permainan Edukasi (APE). Syarat APE yang baik adalah aman, desain harus jelas, mempunyai aspek pengembangan, ukuran dan berat APE harus sesuai dengan usia anak. Contoh APE antara lain bola (menstimulasi motorik kasar), pensil (motorik halus), puzzle dan buku gambar (kecerdasan kognitif). Peran orang tua sangat besar dalam tumbuh kembang anak baik stimulasinya maupun pengawasannya.
Beberapa contoh gangguan yang sering ditemukan dalam tumbuh kembang anak antara lain gangguan bicara dan bahasa, cerebral palsy, down syndrome, perawakan pendek, gangguan autisme, retardasi mental, gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (GPPH).
Dengan kemajuan ilmu pengetahuan saat ini, intervensi dini dapat dilakukan, antara lain melalui konseling genetika, latihan, dan pemberian obat- obatan. Penderita SD perlu menjalani pemeriksaan teratur untuk mendeteksi masalah kesehatan secara dini, sebelum masalah tersebut menyebabkan kerusakan yang luas dan sulit ditangani.
Penderita hendaknya jongkok bila timbul sesak setelah melakukan aktivitas fisik Duduk dengan lutut dilipat ke arah dada, sehingga terjadi peningkatan tahanan terhadap darah yang berjalan dari jantung menuju tungkai bawah Pemberian oksigen bila sesak Tidak boleh mandi dengan air yang terlalu panas. Banyak minum untuk mencegah dehidrasi.
Di samping itu, sulit buang air besar atau konstipasi merupakan masalah umum penderita SD. Penatalaksanaan dengan diet banyak buah-buahan dan sayur-sayuran. Obat-obat pencahar dapat diberikan sesuai kebutuhan. Kulit kering, mengelupas, pecah-pecah atau gatal dapat ditangani dengan memasukkan sejumlah soda bikarbonat ke dalam air mandi.
Sistem pendengaran diperiksa pada usia 9 bulan sampai 1 tahun dan dilakukan rutin 1 tahun sekali sampai usia 10 tahun, karena kelainan yang tidak ditangani dapat menyebabkan ketulian, peradangan telinga tengah. Penderita lebih sering terkena infeksi saluran pernapasan karena adanya kelainan sistem pendengaran. Anak-anak SD dengan pemeriksaan radiologis yang abnormal pada tulang-tulang leher dianjurkan untuk:
Tidak melakukan aktivitas seperti senam, loncat indah, berenang gaya kupu-kupu, loncat tinggi, sepakbola, jungkir balik, berguling ke depan, menyelam. Olahraga yang dianjurkan adalah renang (kecuali gaya kupu- kupu) dan lari. Menggunakan sabuk pengaman bila bepergian dengan mobil. Diperiksa setiap 6 bulan untuk mendeteksi adanya gejala-gejala penekanan medulla spinalis. Dilakukan pemeriksaan radiologis setiap tahun.
Anak-anak SD biasanya dapat melakukan hampir semua aktivitas yang dapat dilakukan anak-anak lain pada umumnya, seperti berjalan, berkata-kata, memakai baju, namun lebih lambat dari anak-anak lain. Penanganan rehabilitasi medis sedini mungkin menunjukkan perkembangan anak yang lebih baik.
Mereka yang menerima intervensi dini memperoleh nilai 20 persen lebih tinggi pada uji kecerdasan yang dilakukan pada waktu masuk sekolah dibandingkan dengan anak yang tidak mendapatkan intervensi ini. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa dengan latihan yang dilakukan sejak dini, kurang dari 10 persen penderita SD menjadi retardasi berat.
Perkembangan motorik kasar merupakan bentuk perkembangan yang paling menonjol selama 2 tahun pertama kehidupan. Pada 4 minggu pertama, rangsangan untuk perkembangan motorik belum diperlukan. Yang penting adalah memuaskan kebutuhannya akan makanan, kehangatan, dan kenyamanan.
Postur dan gerak seorang penderita SD seringkali perlu dikoreksi. Otot yang lemah menyebabkan anak-anak SD sering duduk dalam posisi-W dan cenderung memiliki kaki yang datar. Anak-anak SD harus ditolong untuk melakukan gerakan yang tepat dengan memperhatikan postur dan lingkungan anak.
Bimbingan pengembangan perilaku non-adaptif anak tunagrahita dengan memanrfaatkan permainan teurapeutik dalam bentuk pembelajaran, khususnya dalam bimbingan pribadi social, akan berfokus [pada kegiatan gerak-motorik tubuh (body movement). Hal ini di dasari atas asumsi bahwa pertumbuhan gerak anak tunagrahita sangat memerlukan pengembangn gerak terhadap:
1) Fungsi persepsi sensorimotor
2) Fungsi intelektual
3) Fungsi emosi psikologis
4) Fungsi social
Layanan bimbingan pengembangan perilaku non-adaptif anak tunagrahita disekolah harus di arahkan kepada penguasaan kemampuan psikomotor terhadap gerak dasar tubuh yang kegiatan operasional yang mencakup:
1) Meneliti, menjelajahi potensi gerak tubuh
2) Mengembangkan perolehan pengalaman dari gerkan yang telah berhasil dilakukan oleh anak tunagrahita yang bersangkutan.
3) Mengembangkan kemampuan gerak dasar alami (locomotor)
4) Pengungkapan kerativitas masing-masing anak tuangrahita. (Jeffree,MCConkey &Henson, 1944).
Lebih lanjut lagi Jeffree,MCConkey &Henson, 1944), menyatakan bahwa permainan dapat meningkatkan perkembangan anak yang mempunyai hambantan fungsional tertentu adalah permainan yang dapat menghantarkan anak yang bersangkutan untuk mampu menguasai keterampilam-keterampilan baru, dan kemudian dikembangkan menjadi keterampilan khusus melalui pengalam bermain yang inisiatifnyz banyak dilakukan oleh anak itu sendiri.
Di bawah ini dalah enam jenis permaina yang sangat cocok dipergunakan dalam upaya pemberian bimbungan perkembangan perilaku adaptif:
1) Exploratory play atau permainan eksplorasi.
Suatu permaina yang member kesempatan terhadap anak untuk dapat menjelajahi lingkungannya.
2) Energetic play atau permainan enerjetik, permainan yang menggunakan seluruh enerjetik anak.
3) Skillful play atau permainan melatih ketermpilan, permaina yang berkaitan dengan ketermpilan baru.
4) Social play atau permainan sosilisasi, permainan yang meningkatkan kemampuan bersosialisasi.
5) Imaginative play atau permainan imajinasi, permainan berimaimajinasi untuk mengembangkan daya berfikir dan berbahasa.
6) Puzzle-it-out play atau permainan memecahkan masalah dengan permainan puzzle.
Interevensi yang baik untuk tunagrahita down syndrome yaitu mengintervensi dalam bentuk permainan, seperti dengan mmemberikan permainan congklak untuk melatih motorik halus ataupun kasar. Bentuk permainan itu masuk kedalam jenis permainan “Skillfull Play”, yaitu permainan yang berkaitan dengan kegiatan untuk melatih keterampilan baru yang dikuasai anak. Baik juga memberikan permainan air ,kerena sebagian besar tunagrahita DS tidak melakukan kegiatan yang mengeluarkan energi. Namun DS dapat melakukan kegiatan berjalan, melakukan kegiatan menolong diri seperti mamasukan baju, kaos kaki namun dengan keadaan lambat tidak separti anak normal lainnya.
Mengintervensi Tunagrahita Down Syndrom juga harus dilakukan dengan terus menerus juga membutuhakan ketelatenan untuk mengajarkan beberapa bina diri agar anak DS mampu melakukan kegiatan tersebut seperti anak biasa meskipun dengan lambat. Banyak permainan yang dapat dilakukan oleh anak-anak beerkebutuhan khusus misalnya, dengan melakukan permainan Imaginative Play. Jenis permainan ini bertujuan untuk mengembangkan daya fikir dan kemampuan bahasa anak tunagrahita down syndrome. Bentuk permainan imaginative play ini adalah seperti bermain berpuar-pura dann bermain cerita.
Contoh permainan ini bermain peran ayah dan ibu, bermain dengan boneka, bermain melengkapi gambar, menjadi pemain drama, bercerita dengan atau tanpa memakai gambar. Dengan melakukan permainan ini akan lebih mudah untuk mengajarkan bina diri dalam bentuk peran untuk memotivasi anak.
0 komentar:
Posting Komentar